Beranda | Artikel
Akidah Imam Syafii Tentang Khatamin Nubuwah (Seri 2)
Selasa, 14 Juni 2011

  • Firman Allah dalam surat Al Maidah ayat: 3

قال تعالى {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينً}ا [المائدة/3]

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa Allah telah menyempurnakan agama dan mencukupkan nikmat-Nya untuk umat ini. Oleh sebab itu, agama Islam ini adalah agama yang terakhir dan nabinya adalah nabi yang terakhir serta kitabnya adalah kitab suci yang terakhir.

قال ابن كثير: “هذه أكبر نعم الله ، عز وجل، على هذه الأمة حيث أكمل تعالى لهم دينهم ، فلا يحتاجون إلى دين غيره، ولا إلى نبي غير نبيهم، صلوات الله وسلامه عليه؛ ولهذا جعله الله خاتم الأنبياء”. تفسير القرآن العظيم  ابن كثير م/ت سامي سلامة/8 – (ج 3 / ص 26)

Berkata Ibnu Katsir, “Ini adalah nikmat Allah yang paling besar untuk umat ini. Dimana Allah telah menyempurnakan untuk mereka agamanya. Maka mereka tidak butuh kepada agama selainnya. Dan tidak pula kepada nabi selain nabi mereka. Karena itu Allah menjadikannya penutup segala nabi-nabi.”[1]

Maka dapat kita pahami apa yang diungkapkan Ibnu Katsir sangat tepat dan relevan dengan konteks ayat tersebut. Sebab jika agama sudah sempurna tidak butuh lagi kepada nabi baru untuk menyempurnakannya. Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa orang Yahudi berkeinginan sekali seandainya ayat ini diturunkan kepada mereka, karena begitu agungnya kadungan ayat ini.

عن طارق بن شهاب رضي الله عنه قال: قالت اليهود لعمر: إنكم تقرؤون آية، لو نزلت فينا لاتخذناها عيدا. فقال عمر: إني لأعلم حين أنزلت، وأين أنزلت وأين رسول الله صلى الله عليه وسلم حيث أنزلت: يوم عرفة، وأنا والله بعرفة” . رواه البخاري.

Dari Thariq bin Syihaab radhillahu ‘anhu, ia berkata: orang-orang Yahudi berkata kepada Umar: sesungguhnya kalian membaca sebuah ayat, seandainya diturunkan kepada kami, niscaya kami akan jadikan (hari turnnya) sebagai hari lebaran. Maka Umar menjawab: sesungguhnya aku tahu ketika diturunkan, dimana diturunkan, dan dimana Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam saat diturunkan. Pada hari Arafah, dan aku -demi Allah- berada di Arafah.”

  • firman Allah dalam surat Al-Hijr ayat: 9

قال تعالى {إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ [الحجر/9]

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”

Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Alquran selama-lamanya. Karena Alquran kitab suci yang terakhir dan tidak ada lagi kitab suci setelahnya. Ini merupakan salah satu keutamaan Alquran diatas kitab-kitab suci yang lain. Sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama dalam kitab-kitab mereka. Salah satu diantara ciri dekatnya kiamat ialah diangkatnya Alquran dari dada penghafalnya dan dari mushaf. Artinya Alquran adalah kitab yang paling terakhir diangkat kelangit sebelum terjadinya kiamat. Ini menunjukkan bahwa tidak adanya kitab suci setelah Alquran. Kalau ada lagi kitab suci setelahnya tentu ia bukan yang terakhir diangkat sebelum terjadinya kiamat. Sebagaimana terdapat dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam,

عن حذيفة بن اليمان قال قال رسول الله r : ( يدرس الإسلام كما يدرس وشي الثوب . حتى لايدري ماصيام ولا صلاة ولا نسك . ولا صدقة . وليسرى على كتاب الله عز و جل في ليلة . فلا يبقى في الأرض منه أية ). (رواه ابن ماجه والحاكم وقال الشيخ الألباني : صحيح)

Dari Huzaifah bin Al yamaany, ia berkata: telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam: “Islam akan berangsur hilang sebagaimana beransur hilangnya corak pakaian. Sehingga tidak diketahui lagi apa itu puasa, shalat, haji dan sedekah. Akan diangkat kitabullah dalam satu malam. Maka tidak ada yang tinggal darinya di bumi meskipun satu ayat.

Ayat dan hadits ini memberi isyarat kepada kita tentang kelanggengan dan kekekalan serta keberlangsungan ajaran Alquran sampai datangnya kiamat karena ia merupakan kitab suci yang terakhir. Sebagaimana perkataan Imam Syafi’i, “Dan menurunkan kitab-Nya yang terakhir dengannya (berbahasa Arab)”.

  1. A. Dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam.

Berikut ini mari kita cermati dalil dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam yang menerangkan telah ditutupnya pintu wahyu. Bahwa risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam adalah penutup segala kenabian.

Berkata imam Ibnu Katsir: “Tentang hal itu telah terdapat hadits-hadits yang mutawatir dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam melaui para sahabat.”[2]

  • Hadits ke 1.

عن أبيّ بن كعب رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: “مثلي في النبيين كمثل رجل بنى دارًا فأحسنها وأكملها، وترك فيها موضع لَبنة لم يَضَعها، فجعل الناس يطوفون بالبنيان ويعجبون منه، ويقولون: لو تمَّ موضع هذه اللبنة؟ فأنا في النبيين موضع تلك اللبنة”. رواه أحمد والترمذي وقال حسن صحيح

Dari Ubay bin Ka’ab رضي الله عنه dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, beliau bersabda, “Perumpamaanku ditengah para nabi-nabi seperti seorang laki-laki membangun rumah. Maka ia membaguskan dan menyenpurnakanny). Dan ia tinggalkan satu bata belum dipasangnya. Lalu manusia mengelilingi bangunan tersebut dan mereka kagum darinya. Dan mereka berkata: (alangkah indahnya) seandainya dipasang sempurna tempat bata ini!. Maka aku diantara para nabi (penutup) tempat bata tersebut.”

Dalam hadits tersebut Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam mengumpamakan kenabiannya dengan kenabian para nabi-nabi yang sebelumnya. Bagaikan orang yang membangun satu gedung yang sangat indah tetapi masih tersisa satu bata yang belum terpasang. Orang yang melihat sangat kagum akan keindahan bangunan tersebut, akan tapi mereka sangat menyayangkan adanya satu bata yang belum terpasang. Bangunan tersebut menjadi sempurna dan benar-benar indah setelah dipasang satu bata tersebut. Bangunan itu adalah bangunan kenabian yang diutus Allah semenjak Adam sampai Isa . Lalu nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam menjadi menyempurna bangunan kenabian itu. Maka tidak ada cacat dan kekurangan lagi untuk bangunan tersebut.

Perumpamaan ini ditujukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam untuk dirinya, bukan untuk nabi-nabi palsu sesudahnya, termasuk Mirza Ghulam Ahmad Al Qodyany dan lainnya.

  • Hadits ke 2.

عن أبي هريرة رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ( إن مثلي مثل الأنبياء من قبلي كمثل رجل بنى بيتا فأحسنه وأجمله إلا موضع لبنة من زاوية فجعل الناس يطوفون به ويعجبون له ويقولون هلا وضعت هذه اللبنة؟ قال فأنا اللبنة وأنا خاتم النبيين). رواه البخاري ومسلم

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perumaanku dibandingkan nabi-nabi sebelumku. Bagaikan seorang laki-laki membangun rumah, maka ia membaguskan dan mempercantiknya kecuali  satu bata dibagian sudut. Maka manusia mengelilinginya dan terkagum-kagum (melihatnya). Dan mereka berkata: mengapa tidak dipasang bata ini? Rasulullah bersabda: akulah bata tersebut, dan aku penutup segala nabi-nabi.”

Kadungan hadits ini mirip dengan hadits sebelumnya, akan tetapi diakhirnya terdapat penegasan kata-kata: “dan aku penutup segala nabi-nabi”.

  • Hadits ke 3.

عن جابر عن النبي صلى الله عليه و سلم: قال مثلي ومثل الأنبياء كمثل رجل بنى دارا فأتمها وأكملها إلا موضع لبنة فجعل الناس يدخلونها ويتعجبون منها ويقولون لولا موضع اللبنة قال رسول الله صلى الله عليه و سلم فأنا موضع اللبنة جئت فختمت الأنبياء) رواه البخاري ومسلم

Dari Jabir رضي الله عنه dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam , ia bersabda, “Perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi, bagaikan seorang laki-laki membangun rumah, maka ia merampungkan dan menyelesaikannya kecuali satu bata. Maka manusia memasukinya dan terkagum-kagum (melihatnya). Dan mereka berkata: jika bukan karena tempat satu bata ini! Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: maka akulah yang (menutup) tempat bata tersebut. Setelah aku datang maka aku tutup segala nabi-nabi”.

Meskipun kadungan hadits ini sama dengan hadits yang sebelumnya tetapi ada perbedaan dari segi kalimat yang dipakai dipenghujung hadits ini: “Setelah aku datang maka aku tutup segala nabi-nabi”. Pada hadits yang lalu dengan bentuk isim faa’il (pelaku), pada hadits ini dalam bentuk fi’il madhi (kata kerja bagi sesuatu yang sudah berlalu).

  • Hadits ke 4.

عن أبي سعيد الخدري، رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مثلي ومثل النبيين من قبلي كمثل رجل بنى دارا فأتمها إلا لَبنَة واحدة، فجئت أنا فأتممت تلك اللبنة”. (رواه أحمد في المسند (3/9) وصحيح مسلم برقم (2286)

Dari Abu Sa’id Al Khudry رضي الله عنه, ia berkata: telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam:”Perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi sebelumku, bagaikan seorang laki-laki membangun rumah, maka ia merampungkannya kecuali satu bata. Maka aku datang, lalu aku sempurnakan bata tersebut”

Kadungan hadits ini mirip dengan kadungan hadits-hadits yang berlalu, bedanya adalah dari segi lafaz dan shabat yang meriwatkannya.

  • Hadits ke 5.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول: ” لم يبق من النبوة إلا المبشرات”. قالوا وما المبشرات؟ قال: “الرؤيا الصالحة”. رواه البخاري

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, ia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Tidak ada yang tertinggal dari kenabian kecuali Al Mubasysyiraat. Para sahabat bertanya: apa itu Al Mubasysyiraat? Jawab beliau: mimpi yang baik”.

Dalam hadits ini Rasulullah menyatakan bahwa kenabian tidak ada lagi, tetapi ada satu bentuk diantara cabang-cabang kenabian yang tersisa yaitu mimpi yang baik.

Bukan berarti bahwa mungkin untuk menjadi nabi dengan melalui mimpi yang baik. Karena mimpi yang baik adalah mimpi yang tidak bertentangan dengan aqidah Islam. Jika ada yang orang bermimpi saat sekarang jadi nabi maka itu adalah mimpi yang jelek bukan mimpi yang baik. Bahkan itu adalah mimpi yang paling buruk dan paling jelek, karena membawa pelakunya kedalam kekafiran.

  • Hadits ke 6.

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إن الرسالة والنبوة قد انقطعت، فلا رسول بعدي ولا نبي.” قال: فشَقّ ذلك على الناس قال:  قال: ولكن المبشرات”. قالوا: يا رسول الله، وما المبشرات؟ قال: “رؤيا الرجل المسلم، وهي جزء من أجزاء النبوة”. (رواه أحمد والترمذي وصححه، وقال الشيخ الألباني : صحيح الإسناد)

Dari Anas bin Malik رضي الله عنه, ia berkata: telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam: “Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah terputus. Maka tidak ada rasul sesudahku dan tidak pula nabi. Maka hal itu membuat para sahabat kesulitan. Beliau bersabda lagi: tetapi masih ada Al Mubasysyiraat. Mereka bertanya: ya Rasulullah apa itu Al Mubasysyiraat? Jawab beliau: mimpi salah seorang muslim, ia adalah salah satu bagian dari bagian-bagian kenabian”.

Hadits sangat konteks sekali tentang terputusnya kenabian dan kerasulan setelah kerasulan Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam. Dalam hadits ini terdapat pula bantahan terhadap orang yang ingin berkilah dan bersilat lidah bahwa yang ditutup hanyalah kenabian, adapun kerasulan belum ditutup, bahkan ada sampai hari kiamat. Disamping menunjukkan kebodohan orang tersebut dalam memahami makna nabi dan rasul. Karena setiap rasul pasti nabi, tapi seorang nabi belum tentu rasul. Jika kenabian telah ditutup otomatis kerasulan telah ditutup pula. Kita ibaratkan kerasulan adalah ruang khusus dalam ruang umum kenabian. Bagaimana mungkin bisa masuk kedalam ruang khusus yang terletak dalam ruang umum yang sudah dikunci. Seperti lingkaran kecil dalam lingkaran besar, tidak akan mungkin bisa masuk kedalam lingkaran kecil tanpa melewati lingkaran besar.

Sebagaimana yang dijelaskan pula oelh Imam Ibnu Katsir: “Apabila tidak ada nabi setelahnya, maka lebih utama dan lebih pasti lagi tidak ada pula rasul setelehnya. Karena tingkat kerasulan lebih khusus dari pada tingkat kenabian. Karena setiap rasul adalah nabi, dan tidak sebaliknya. Tentang hal itu telah terdapat hadits-hadits yang mutawatir dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam melaui para sahabat.[3]
=Bersambung Insya Allah=

Penulis: Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Artikel www.dzikra.com


[1] Lihat Tafsir ibnu Katsir: 3/26.
[2] Lihat Tafsi Ibnu Katsir: 6/428.
[3] Lihat Tafsir Ibnu Katsir: 6/428.


Artikel asli: https://dzikra.com/akidah-imam-syafi%e2%80%99i-tentang-khatamin-nubuwah-seri-2/